Rabu, 02 November 2011

potret buram globalisasi dan modernisasi.

Akhir-akhir  ini, kita tidak bisa menutup mata terhadap berbagai penyimpangan moral yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia. Tawuran pelajar, perkelahian antar genk, perilaku seks bebas, gaya hidup tidak beraturan menjadi beberapa contoh kelunturan moral di kalangan generasi muda kita. Di kalangan pejabat, praktek korupsi masih merupakan persoalan yang sangat mengerikan di Indonesia. Masyarakat secara umum pada akhirnya kehilangan rujukan keteladanan, sehingga krisis moral semakin meluas
.

Di kalangan generasi muda, mucul fenomena genk. Hampir semua SMA di Indonesia memiliki genk. Alasan pendirian genk pada intinya sama, yaitu membentuk solidaritas untuk menghantam atau tawuran dengan sekolah lain. Misalnya, di kalangan sebuah siswa SMA di Bulungan terdapat genk sekolah yang sudah tradisi terbentuk setiap angkatan. Anggotanya adalah mayoritas angkatan itu. Misalnya Legiun (angkatan 2003), Salvozesta (2006), Spooradiz (2006) dan lain sebagainya. Di SMA lainnya, nama genk-nya adalah GOR@SIX. Genk anak SMA lainnya lagi adalah Rezteam, ada pula Gazper dari Gazper I sampai Gazper X, dan masih sangat banyak genk di berbagai SMA.

Neko-neko Dikeroyok” (NERO) adlah salah satu genk remaja putri di Jawa Tengah yang cukup populer. Anggota genk Nero sering melakukan penganiayaan terhadap remaja putri SMP dengan alasan, mereka tidak suka kalau ada perempuan lain yang menyaingi dan melebihi apa yang mereka miliki.  Misalnya terkait pakaian, gaya rambut atau penampilan lainnya. Parahnya, penganiayaan tersebut mereka rekam melalui video HP kemudian mereka sebarkan. Di Kupang Nusa Tenggara Timur, kepolisian menangkap para anggota dua genk cewek yang terkenal suka berkelahi (17 Februari 2009). Mereka adalah sembilan siswi anggota genk Anastasia dan tiga siswi anggota genk Aroyo Kupang. Sementara itu 23 siswi lainnya ikut dimintai keterangan pihak kepolisian.




Efek homogenisasi terjadi terutama karena pengaruh komunikasi yang semakin intens. Televisi telah menjadikan dunia terasa sempit dan cita rasa manusia seolah diseragamkan. Sejak dari selera makanan, minuman, musik, film sampai kepada sarana komunikasi dan gaya hidup, masyarakat dunia telah memiliki corak yang nyaris seragam. Tapi pada sisi lain pengaruh komukasi juga menyebabkan negara-bangsa (nation-state) yang homogen berubah ke arah suatu multikulturalisme. Pusat kekuasaan bisa beralih ke pinggiran, sedangkan budaya yang dulunya di pingiran (periphery) bisa berpindah ke pusat.
Globalisasi yang menimbulkan krisis multidimensional telah mampengaruhi perkembangan kepribadian manusia berupa krisis identitas dalam diri individu, kelompok dan masyarakat. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka diperlukan upaya-upaya pembinaan kepribadian yang merupakan pemberdayaan diri dalam menghadapi persoalan-persoalan yang muncul akibat globalisasi. Keluarga dan masyarakat harus mempunyai identitas diri yang kuat dan memiliki antisipasi terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi.

Inilah gambaran sebab-sebab krisis, bahwa manusia telah menciptakan krisisnya sendiri, dan ternyata nilai kemanusiaan terkubur di balik gemerlapnya kemajuan sains dan teknologi. Sisi spiritualitas dan moralitas semakin pudar dan bahkan bisa terkikis habis, oleh pragmatisme dan materialisme. Tingkah laku, budi pekerti luhur dan moralitas sudah terlumpuhkan oleh budaya hidup instan yang menghendaki kesenangan dan pencapaian tujuan dengan menghalalkan segala cara. Nilai moral semakin ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia, yang dengan alasan modernitas telah berpaling dari ikatan budaya Indonesia, menuju kepada budaya global yang tidak seluruhnya sesuai dengan watak serta jatidiri bangsa yang religius.

0 komentar:

About This Blog

Blog Archive

About This Blog

  © Free Blogger Templates Blogger Theme II by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP